Sukses yang diraih Gusti Ngurah Anom tak terlepas dari
peran istrinya Ketut Mastrining. Bisa dikatakan sukses yang
diraih
Cok Konfeksi maupun Krisna Oleh-Oleh merupakan kolaborasi
semangat dan kerja keras Gusti Ngurah Anom dan is-
Gusti Ngurah Anom dan Istrinya Ketut Mastrining
Raja Oleh-Oleh Khas Bali 9
trinya Ketut Mastrining.
Lalu bagaimana Gusti Ngurah Anom
di mata istrinya?
“Saya mulai kenal Ajik (sebutan untuk Gusti Ngurah
Anom) saat saya duduk di bangku SMP mulai tahun 1985
hingga 1988. Waktu itu saya ndak suka liat dia karena sifatnya
yang nakal, bandel, malas, dan juga bodoh. Pokoknya ndak
sukalah waktu itu. Saya juga sering menghindar,” kata Mastrining
sambil tersenyum mengenang masa SMP nya bersama
Gusti Ngurah Anom.
Sama dengan Gusti Ngurah Anom, Ketut Mastrining
juga berasal dari keluarga miskin. Sejak masih duduk di bangku
sekolah dasar, Mastrining sudah terbiasa bekerja keras. Untuk
membantu kedua orang tuanya, Mastrining berjualan kacang
kapri dan rujak di warung milik ibunya.
“Sejak kecil saya sudah punya jiwa bisnis. Waktu masih
di SD saya sudah bantu jualan rujak di warung memek (sebutan
ibu dalam bahasa Bali).
Yang belanja teman-teman satu
sekolah,” ujar Mastrining.
Sama dengan suaminya Gusti Ngurah Anom, Ketut
Mastrining juga jarang dibekali uang saku saat hendak berangkat
sekolah.
“Saya dan suami sama-sama berlatar belakang keluarga
minus. Setelah beranjak remaja saya mulai belajar menjarit
untuk bekal hidup kelak,” kata Mastrining.
Karena keterbatasan dana, Ketut Mastrining hanya
bisa
bersekolah hingga bangku Sekolah Menengah Pertama
10 Gusti Ngurah Anom
(SMP). Setamat SMP Mastrining merantau ke Denpasar dan
bekerja sebagai tukang jarit di rumah paman Gusti Ngurah
Anom di Jalan Tukad balian Denpasar.
Setelah enam bulan bekerja,
Ketut Mastrining kembali
bertemu dengan Gusti Ngurah Anom yang kemudian menjadi
suaminya.
“Waktu bertemu lagi di tempat kerja di rumah pamannya,
saya liat dia (Gusti Ngurah Anom) sudah mau berubah.
Waktu itu dia bekerja di bagian luar. Saya lihat dia sudah
berubah, beda dibanding saat masih di bangku SMP. Itu sekitar
tahun 1989,” ujar Mastrining.
Setelah sering bertemu dan juga bekerja bersama-sama,
Gusti Ngurah Anom akhirnya menyatakan rasa cintanya
kepada Ketut Mastrining. Mastrining yang sebelumnya tidak
suka dengan sosok Gusti Ngurah Anom yang badung pun luluh
hatinya.
“Apa yang membuat saya mau menerimanya sebagai
pacar? Ya, karena waktu itu dia sudah betul-betul berubah.
Saya suka sifatnya yang tekun, ulet, rajin.
Selain itu juga ada
rasa kasihan,” ujar Mastrining sambil tersenyum.
Setelah sempat berpacaran selama beberapa waktu,
keduanya memutuskan untuk menikah pada Bulan Maret
1991.
“Waktu menikah Ajik sudah bekerja di Konfeksi Sidharta.
Kami juga sudah mulai belajar usaha sendiri. Pak Sidharta
juga membantu kami dengan memberi modal dan tempat
Raja Oleh-Oleh Khas Bali 11
usaha,”
ucap Mastrining.
Tahun 1993 Gusti Ngurah Anom dan istrinya Ketut Mastrining
memutuskan untuk berdiri sendiri keluar dari Konfeksi
Sidharta. Tahun 1994 keduanya mendirikan Cok Konfeksi.
“Waktu memulai usaha kami bermodal nekat. Modal
usaha dari pinjaman.
Semuanya serba minim. Untuk bisa kasih
makan pegawai waktu itu, saya biasa menjual cincin, giwang,
dan kalung emas,” ujar Mastrining.
Pada awal berdirinya Cok Konfeksi, Gusti Ngurah Anom
langsung turun tangan melakukan promosi ke jalan, yakni menyebar
selebaran-selebaran ke lampu-lampu merah di Klungkung,
Karangasem, Gianyar, dan tempat-tempat lainnya di
Bali. Waktu itu lokasi usaha Cok Konfeksi masih di depan Art
Centre, Denpasar.
Butuh waktu yang cukup lama untuk membuat usaha
Cok Konfeksi yang mereka dirikan agar dikenal konsumen dan
masyarakat luas. Sejak mulai dibuka pada tahun 1994, Cok
Konfeksi baru mulai dikenal pada tahun 2000 atau enam tahun
kemudian.
Meski sudah punya usaha Konfeksi sendiri, namun
Ketut Mastrining masih mengambil kerjaan atau order jaritan
ke garmen-garmen yang ada di Kota Denpasar.
Ini dilakukan
untuk menutup biaya-biaya usahanya, seperti untuk biaya
makan dan gaji para karyawannya.
“Waktu itu saya dan ajik bagi tugas. Ajik lebih banyak
menjalankan tugas marketing yakni promosi Cok Konfeksi.
12 Gusti Ngurah Anom
Sementara saya bekerja siang malam untuk memajukan Cok
Konfeksi di rumah. Waktu itu saya biasa tidur jam 2 atau jam 3
pagi. Jam 5 pagi sudah harus bangun tidur untuk menyiapkan
kebutuhan karyawan. Meski karyawan saya waktu itu sudah
10 hingga 12 orang, tapi banyak pekerjaan masih saya lakukan
sendiri seperti memotong kain, sortir, hingga menyetrika
pakaian yang sudah jadi,” jelas Mastrini.
Kerja keras Ketut Mastrining dan suaminya Gusti Ngurah
Anom berbuah manis. Setelah tahun 2000, order ke Cok
Konfeksi mulai ramai. Bisa dikatakan Cok Konfeksi yang mereka
rintis dari nol sudah sukses. Tapi ini tidak membuat Gusti
Ngurah
Anom merasa puas.
“Tahun 2000 hingga 2006 kami masih fokus pada usaha
Cok Konfeksi karena order atau pesanan pakaian ramai sekali.
Tapi waktu itu ajik sudah mulai berpikir untuk mengembangkan
usaha oleh-oleh khas Bali. Kami terinspirasi oleh pusat
oleh-oleh Erlangga di Denpasar. Saat itu Ajik bilang kenapa
kita tidak usaha toko oleh-oleh saja, karena jumlahnya waktu
itu masih sedikit,” jelas Mastrining.
Setelah melakukan survey dan berbagai persiapan,
pada Mei 2007 Toko Oleh-Oleh Krisna 1 di jalan Nusa Indah
Denpasar dibuka. Toko oleh-oleh khas Bali ini dibuka menjelang
musim libur anak sekolah. Usaha oleh-oleh khas Bali
ini kemudian terus berkembang hingga memiliki 4 cabang di
Denpasar dan Kuta.
“Saya menyukai semangat ajik dalam bekerja. Ia sangat
suka bekerja keras, ulet, dan sabar. Setelah sukses, ajik selalu
Raja Oleh-Oleh Khas Bali 13
berusaha membuka lapangan kerja untuk membantu orang
lain yang tidak mampu.
Obsesi ajik ke depan adalah membuka
toko oleh-oleh Krisna di seluruh Indonesia,” ujar Mastrining.
Dari pernikahannya dengan Gusti Ngurah Anom, Ketut
Mastrining dikaruniai 4 orang anak yakni Gusti Ngurah Berlin
Bramantara (lahir Denpasar 8 Februari 1992), Gusti Ayu Diah
Candra (lahir Denpasar 12 April 1997), Gusti Ngurah Anom
Krisna Putra (lahir Denpasar 25 Oktober 2000), Gusti Ngurah
Rama Ksatria Putra (lahir Denpasar 1 November 2009).
0 Response to "Sosok Istri Ketut Mastrining"
Post a Comment