Setamat bangku Sekolah Menengah Pertama, Anom kemudian
mendaftar di Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata (SMIP)
di Seririt. Untuk bisa mendaftar di SMIP Seririt, ia terpaksa menjual
sepeda Phoenix kesayangannya. Sepeda itu laku dibeli orang
seharga Rp 35.000. Uang hasil penjualan sepeda itu kemudian
dibelikan sepatu serta pakaian sekolah untuk masuk SMIP.
Untuk bisa bersekolah di SMIP ini, Anom kembali harus
rela jalan kaki sejauh 3,5 killometer setiap harinya dari rumah
sampai sekolah. Mengenyam pendidikan di bangku SMIP ini
hanya sempat dirasakan Anom selama kurun waktu 4 bulan.
“Memasuki bulan ke-4, saya dipanggil ajik (bapak). Waktu
itu ajik bilang bahwa beliau sudah tua, sudah tidak bisa bekerja
seperti dulu lagi. Ajik bilang saya harus bantu di sawah jika ingin
tetap bisa sekolah. Ajik juga bilang tidak bisa lagi bantu biayai saya
sekolah. Kakak-kakak saya yang meski sudah berstatus PNS, juga
tidak bisa bantu karena kondisinya masih pas-pasan,” jelas Anom.
Usai dipanggil ayahnya, saat itu Anom langsung memutuskan
untuk berhenti sekolah di SMIP. Keputusan untuk
berhenti
sekolah ini tidak diketahui oleh kedua orang tuanya.
“Perasaan saya waktu itu campur aduk, di satu sisi ingin
melanjutkan sekolah di SMIP, di satu sisi keadaan orang tua
tidak
memungkinkan.”
Tuesday, June 3, 2014
0 Response to "Dibangku sekolah SMIP"
Post a Comment